CUSTOMER SULIT – It’s Nothing !
Beberapa kali saya berbicara dengan orang lain yang mengeluh tentang para customernya yang mulai menyebalkan. Permintaan-permintaannya dan perilaku-perilakunya sering kali aneh dan tidak masuk akal. Seorang pemilik dealer bercerita bahwa baru saja customerya marah besar karena setelah membeli sebuah produk mobil dari dealernya, dia merasa menyesal karena mendapatkan remote control sebagai bagian optional dari pembelian mobilnya adalah produk yang buruk. Selain itu sang customer juga mengeluh tentang karpet mobil yang agak kasar dan tidak nyaman. Padahal menurut sang pemilik dealer dia memberikan tambahan optional tersebut karena orang tersebut sudah beberapa kali membeli mobil di dealer miliknya.
Mari kita melihat kasus ini dari kacamata sang pemilik dealer, bahwa dia sudah mencoba mengeluarkan budget lebih agar customernya senang. Mungkin dia berfikir dengan adanya tambahan optional yang punya potensi mengurangi margin keuntungannya maka sang customer akan merasa spesial dan menjadi loyal dalam keputusan membeli mobil. Sebuah usaha agar customer menjadi puas dengan membuat sang customer istimewa.
Jika dilihat dari kacamata customer, mengapa dia marah besar karena dia merasa tidak mendapatkan keistimewaan dengan mengeluarkan uang lebih dari 100 juta rupiah. Dia merasa tersinggung karena setelah mengeluarkan uang besar dia hanya mendapatkan remote control yang buruk serta karpet yang kasar, dia justru melupakan mobil barunya.
Kasus seperti diatas sangat sering terjadi. Bagi para pemilik bisnis maupun orang yang memiliki tugas untuk menghadapi customer selalu saja berfikir bahwa yang sedang dihadapinya adalah orang sulit., orang yang tidak berterima kasih meskipun sudah mendapatkan keistimewaan.
Saatnya berhenti untuk menyalahkan para customer yang sulit, karena dengan adanya tipikal itu maka dunia pelayanan menjadi indah. Coba kita bayangkan jika semua customer berlaku seperti yang kita inginkan maka mungkin dunia pelayanan akan sangat jarang untuk dibahas.
Mari kita melihat bahwa kesalahan-kesalahan apa yang mungkin terjadi sehingga membuat perilaku customer menyulitkan kita.
Ada 5 kesalahan besar yang sering kali kita lakukan yang membuat customer menjadi „orang sulit“ atau „bertambah sulit“.
Pertama : “Kita tidak mempedulikannya”
Banyak sekali kejadian dimana kita tidak jadi membeli karena kita tidak diperhatikan bukan?. Bagaimana seharusnya para customer merasa diperhatikan tanpa merasa „diganggu“. Mereka bisa membaca dengan sangat jelas bahwa secara tulus kita memiliki skenario untuk memperhatikan mereka dan situasi yang mereka sedang hadapi.
Kadang-kadang ada usaha untuk memperhatikan mereka dengan sapaan yang kita buat dengan ramah tetapi pada kebanyakan kejadian hal tersebut hanya jadi kebiasaan yang miskin sentuhan emosional.
Wujudkan perhatian dengan langkah yang lebih nyata dengan melihat apa yang mereka butuhkan, apa hambatan yang sedang mereka alami, apa yang sebenarnya dia fikirkan, dan penghargaan emosional apa yang dia harapkan kita bisa berikan.
Kedua : “Kita tidak mendengarkannya”
Terlalu sering melompat dengan jawaban-jawaban yang kita fikirkan menjadi solusi bagi kesulitan customer adalah langkah yang sering menjebak menjadi “sok tahu”. Justru yang paling penting bagi customer adalah kita tahu persis terhadap masalah yang dia hadapi, sehingga kita tidak diharapkan untuk sibuk berbicara tetapi cermat dalam mendengar. Mendengar yang ideal adalah mendengar emphatik dimana kita mampu memberikan respon emosional yang tepat.
Ketiga : “Kita mengikuti perilaku negatif dari customer”
Saya marah juga Pak, karena dia juga marah-marah dengan saya, saya manusia juga pak! Begitu yang disampaikan oleh seorang customer service officer.
Tidak seharusnya kita mengikuti perilaku negatif dari customer, atau justru membalasnya dengan perilaku yang sama. Tugas sebenarnya justru melakukan usaha untuk meredam atau menghilangkan unsur negatifnya dan merubahnya menjadi kesempatan. Disini dibutuhkan usaha untuk menciptakan ruang terhadap perilaku tersebut, melokalisir, dan memadamkannya.
Keempat : “Kita menggunakan kata-kata yang salah”
Banyak kata-kata yang justru sering kali menciptakan kondisi yang sulit atau membuat orang menjadi sulit. Kata-kata yang menggunakan frase yang nagatif misalnya : saya tidak bisa, tidak ada, lain kali saja, maaf sedang habis, dan sebagainya lebih baik dihindarkan. Kenapa demikian karena sesungguhnya frase-frase negatif biasanya menimbulkan konfrontasi. Cobalah menggunakan kata-kata atau frase-frase yang positif.
Selain menggunakan kata-kata yang positif ada baiknya adalah memilih momentum untuk „pasif“ pada saat customer sedang menunjukkan agresivitasnya.
Kelima : “Kita tidak melihat dari sisi sudut pandang customer”
Kesalahan ini adalah kesalahan yang paling sering terjadi dimana kita tidak melihat dari sisi sudut pandang customer, sehingga kita tidak mampu dengan cermat membedakan situasi emosional apa yang sebenarnya sedang dihadapi oleh customer. Misalnya membedakan apakah sebenarnya dia sedang marah atau sedih, sedang marah atau sedang terburu-buru, sedang marah atau sedang tertekan atau terancam.
Satu contoh sederhana misalnya : Seorang staf bagian umum sebuah perusahaan swasta sedang marah kepada seorang penjaga toko stasioneries karena 1 kardus pensil yang dia beli ternyata keliru, bukan pensil 2B tetapi pensil HB. Sesampainya di kantor atasannya marah besar atas hal tersebut , sehingga sang staff terpaksa kembali ke toko dan marah-marah.
Dalam kasus ini maka harus difahami bahwa situasi emosional yang sedang terjadi pada sang staf bagian umum adalah tertekan atas pressure atasan, sehingga respon dari sang penjaga toko harus juga melibatkan perasaan tersebut dengan memberikan emphati terhadap hal tersebut.
Hindari 5 kesalahan diatas maka tidak ada lagi customer sulit atau customer yang semakin sulit.
*PDP Consunting